Selasa, 13 Agustus 2013

Jasa Ulama dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Jasa Ulama dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
JANGAN LUPAKAN SEJARAH !!!
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini lahir berkat jasa para ulama dan para kiai, khususnya ulama Nahdlatul Ulama (NU). Karena itu sudah selayaknya tetap mempertahankan kesatuan NKRI agar perjuangan para ulama dan tokoh bangsa tidak sia-sia.
Kontribusi ulama, khususnya para kiai NU ini dibuktikan dengan penunjukan Sukarno-Hatta sebagai Waliyyul Amri ad-Dlaruri bisy-Syaukah di saat Indonesia hilang kewibawaan di mata dunia, serta dengan keluarnya Resolusi Jihad dari Hadratush Sheikh KH. Hasyim Asy’ari yang membangkitkan semangat bertempur kepada Bung Tomo dan arek-arek Suroboyo dalam melawan penjajah pada 10 Nopember 1945 yang kemudian dikenal dengan Hari Pahlawan.

Sehingga kita heran mengapa segelintir orang yang tidak berkeringat, tidak berdarah-darah dalam perjuangan menegakkan NKRI tiba-tiba ingin mendirikan Negara Islam dengan dalih penegakan Khilafah Islamiyah. Untuk itu mari bersama-sama mendidik anak cucu kita sebagai generasi penerus untuk tetap kenal khidmat, cinta serta berbakti kepada para kiai dan ulama.

Dalam perjuangan kemerdekaan, peran ulama tak dapat diabaikan. Setidaknya ada enam jasa utama yang telah diberikan para ulama untuk perjuangan kemerdekaan.
Pertama, menyadarkan rakyat akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penjajah. Di berbagai pesantren, madrasah, ceramah, organisasi, dan pertemuan lainnya, para ulama menanamkan kesadaran di hati rakyat akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penjajah tersebut.

Pengaruh para ulama yang disebut ‘pendeta Islam’ itu diakui oleh penjajah. Thomas S. Raffles, Letnan Gubernur EIC yang memerintah pada 1811-1816 di Indonesia berkata, "Karena mereka begitu dihormati, maka tidak sulit bagi mereka untuk menghasut rakyat agar memberontak, dan mereka menjadi alat paling berbahaya di tangan penguasa pribumi yang menentang kepentingan pemerintah kolonial. 'Pendeta Islam' itu ternyata merupakan golongan yang paling aktif dalam setiap peristiwa pemberontakan. Mereka umumnya berdarah campuran antara orang Arab dan penduduk pribumi, dalam jumlah besar berkeliling dari negara satu ke negara lain, di pulau-pulau Timur. Akibat intrik dan hasutan mereka, pemimpin pribumi biasanya dikerahkan untuk menyerang atau membunuh orang Eropa, yang mereka anggap sebagai kafir dan pengacau."

Kedua, memimpin gerakan non kooperatif pada penjajah Belanda. Para ulama di masa penjajahan banyak mendirikan pesantren di daerah-daerah terpencil, untuk menjauhi bangsa penjajah yang banyak tinggal di kota.

Ketika Belanda, di masa revolusi, mempropagandakan pelayanan perjalanan haji dengan ongkos dan fasilitas yang dapat dijangkau oleh kaum Muslim di daerah jajahannya, Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari pemimpin para ulama di Jawa menentang. Beliau mengeluarkan fatwa bahwa pergi haji dalam masa revolusi dengan menggunakan kapal Belanda hukumnya haram.

Ketika posisi Belanda sulit dalam Perang Dunia II, mereka meminta orang-orang Indonesia masuk militer Belanda dengan dalih untuk mempertahankan Indonesia melawan musuh Jepang. Waktu itu KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa yang terkenal, yaitu mengharamkan masuk menjadi tentara Belanda atau bekerjasama dengan Belanda dalam bentuk apapun.

Setiap bujukan agar KH. Hasyim Asy'ari tunduk dan mendukung Belanda selalu gagal dilakukan. Bahkan tawaran Belanda yang akan menganugerahkan bintang jasa terbuat dari perak dan emas pada 1937 ditolaknya. Gerakan non kooperatif pada penjajah itu juga dilakukan dan dipimpin oleh ulama-ulama lainnya.

Ketiga, mengeluarkan fatwa wajibnya jihad melawan penjajah. Fatwa jihad ini sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan semangat perlawanan. Perang melawan penjajah dianggap jihad fi sabîlillah, yakni perang suci atau perang sabil demi agama

Ajaran perang suci ini muncul di Aceh paling awal abad ke-17, dibangkitkan oleh para guru agama pada masa krisis, yang terparah pada akhir abad ke-19. Salah satu guru agama di tengah medan perang, Syaikh Abbas Ibnu Muhammad, mengatakan dalam Tadhkirat ar-Rakidin ajaran utama tahun 1889, bahwa Aceh merupakan Dar-al-Islam, kecuali daerah yang diperintah Belanda dan menjadi Dar-al-Harb. Jihad merupakan kewajiban moral (fardu ain) orang Islam, termasuk wanita dan anak-anak, berperang untuk mengembalikan tanah yang dikuasai orang kafir kepada Dar-al-Islam.

Perang Diponegoro atau Perang Jawa dapat berkobar lima tahun (1825-1830) juga karena alasan serupa. Dalam proklamasi dan permintaan dukungannya pada ulama, bangsawan, dan masyarakat Jawa, Pangeran Diponegoro, pangeran yang juga ulama menekankan bahwa ia adalah pemimpin 'perang sabil', perang suci, untuk mengusir Belanda yang tidak beriman dari Jawa. Ia menyurati ulama dan pemimpin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, menghimbau mereka "untuk ikut melawan Belanda di seluruh daerah untuk mengembalikan kedudukan tinggi kerajaan berdasar agama yang benar (ngluhurken agami Islam)". Dalam menyebarkan fatwa jihad itu, Pangeran Diponegoro dibantu oleh Kiai Mojo, Kiai Besari, dan ulama-ulama lainnya.

Setelah penjajahan Jepang berakhir dengan kekalahannya pada Perang Dunia II, Belanda dan pasukan Sekutu berusaha menjajah Indonesia lagi. Saat itu, Resolusi Jihad yang dikeluarkan para ulama NU, sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan perlawanan rakyat terhadap Belanda dan Sekutu. Resolusi ini bermula dari fatwa KH. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya, yang kemudian dikokohkan pada Muktamar NU XVI di Purwokerto 26-29 Maret 1946.

Resolusi Jihad menyebutkan bahwa berperang melawan penjajah adalah kewajiban fardu ain bagi orang yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk atau kedudukan musuh. Fardu ain itu baik bagi lelaki, perempuan, maupun anak-anak, bersenjata atau tidak. Dan bagi orang yang di luar jarak 94 km (jauh), kewajiban berperang itu menjadi fardu kifayah. Cukup dikerjakan oleh sebagian saja.

Keberhasilan pertempuran Hari Pahlawan 10 Nopember 1945 di Surabaya tak lepas dari Resolusi Jihad ini. Selain itu, Perang Paderi, Perang Aceh, Pemberontakan Petani di Banten, Pemberontakan Rakyat Singaparna di Jawa Barat, dan banyak peristiwa lainnya, juga dipicu oleh fatwa jihad dari para ulama.

Keempat, memobilisasi dan memimpin rakyat dalam perjuangan fisik melawan penjajah. Banyak ulama yang menjadi pemimpin perlawanan, seperti Pangeran Diponegoro, Fatahillah, Imam Bonjol, Teuku Umar, Sultan Hasanudin, Teungku Cik Ditiro, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abbas Buntet, KH. Zainal Mustafa, dll.

KH. Hasyim Asy’ari sebagai pemimpin tertinggi Masyumi membentuk laskar-laskar rakyat untuk mendapat latihan ketentaraan dan memanggul senjata dengan metode baru. Mereka dilatih secara militer untuk merebut kemerdekaan. Maka terbentuklah Hizbullah untuk para pemuda dengan semboyan, “Alâ Inna Hizbullâhi hum al-ghâlibûn,” “Ingatlah, sesungguhnya golongan Allahlah golongan yang menang,” dan laskar Sabilillah untuk umumnya para kiai, lelaki, dan wanita, dengan semboyan, “Waman yujâhid fî sabîlillâh,” “Mereka yang berjuang di jalan Allah.”

Dan satu barisan lagi bernama laskar Mujahidin yang menyerupai pasukan maut, yang tak takut mati. Laskar ini membawa semboyan, “Walladzîna jâhadû fînâ lanahdiyannahum subulanâ”. “Mereka yang berjuang di jalan-Ku, akan Akau tunjukkan mereka jalan-jalan-Ku.” Mereka yang bergabung dalam laskar-laskar ini mencapai puluhan ribu orang di seantero Indonesia. Di setiap daerah, mereka dipimpin para ulama. Pesantren-pesantren menjadi markasnya, termasuk Tebuireng, Sidogiri, Lirboyo, dan Gontor. Panglima Hizbullah adalah KH Zainul Arifin, dan Panglima Sabilillah adalah KH Masykur. Laskar-laskar ini berperan sangat penting dalam perang kemerdekaan melawan Belanda.

Kelima, menyerukan persatuan membela kemerdekaan RI yang diproklamasikan Soekarno-Hatta. Para ulama yang dipimpin Kiai Hasyim Asy’ari memfatwakan kewajiban mempertahankan kemerdekaan RI. Dan pada 1954, sebuah Musyawarah Alim Ulama Indonesia (NU) di Cipanas mengambil keputusan bahwa Presiden Soekarno adalah Waliyyul Amri Dharûrî bisy-Syaukah, artinya pemegang pemerintahan yang punya cukup kewibawaan dipatuhi oleh pejabat dan rakyat. Keputusan hukum itu mampu menjawab kebingungan umat Islam dengan gelar Imam Negara Islam Indonesia (NII) yang disandang SM Kartosuwiryo. Sehingga mayoritas umat tetap mengakui kepemimpinan nasional Soekarno.

Keenam, berperan aktif dalam mengisi awal kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan para ulama ikut mempersiapkan kemerdekaan, termasuk di BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia). Dan pada awal kemerdekaan, banyak ulama yang aktif di pemerintahan atau parlemen. Dan juga tak terhitung para ulama yang berjuang lewat organisasi dan pendidikan.

Setelah Indonesia merdeka, ada dua kekuatan yang disepelekan masyarakat. Setelah perang selesai, ada dua kekuatan, yaitu ulama dan militer yang tidak dianggap berperan dalam menegakkan NKRI… ketika Proklamasi kekuatan militer dari Islam itu luar biasa besarnya. Bung Karno sendiri ketika pidato Proklamasi tanggal 9 Ramadan 1364 H/17 Agustus 1945, kalau tanpa dukungan ulama tidak akan berani… Dan Hasyim Asy’ari waktu juga bilang bahwa presiden pertamanya adalan Bung Karno, dan itu disetujui angkatan laut Jepang.”

Dengan jasa ulama yang sedemikian, ternyata masih relatif sedikit para ulama yang mendapat gelar pahlawan atau tertulis dalam sejarah kemerdekaan. Padahal tanpa jasa para ulama sebagai pemimpin agama dan masyarakat, mustahil perjuangan kemerdekaan akan dapat dibangkitkan dan didukung luas oleh rakyat.

Kemerdekaan bukan hanya hasil dari usaha para bangsawan, tokoh nasionalis terpelajar, dan tentara, namun juga hasil besar dari usaha para ulama. Kemerdekaan bukan hanya hasil perundingan, tulisan, orasi, dan organisasi para tokoh nasionalis. Para ulama telah mengawali dan mendukung perjuangan itu.

Karenanya, sudah selayaknya perjuangan para ulama lebih dihargai dengan penulisan ulang sejarah dan penganugerahan bintang kepahlawanan. Baik ulama yang sudah terkenal, maupun yang belum terkenal, sama-sama berhak dihargai jasa kepahlawanannya bagi bangsa dan negara. Sebagaimana kata Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya".

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE-68
PANCASILA DAN NKRI HARGA MATI !!!

Senin, 12 Agustus 2013

Jadilah ulama yang ihsan

Sampai hari ini ditengah-tengah kita masih saja terjadi sesama umat Islam saling menghujat, saling menyesatkan dan saling mengkafirkan.

Bahkan ironisnya yang sesat dianggap perbedaan biasa, yang perbedaan biasa dianggap sesat. Terbolak balik.

Hal ini kalau dibiarkan akan menjadi bibit permusuhan dan perpecahan.

Jadi jangan mimpi kita bisa bersaudara kalau kita satu sama lainnya saling mengkafirkan. Jangan mimpi kalau kita bersaudara kalau kita satu sama lainnya saling menyesatkan. Mustahil kita bisa bersaudara kalau antara kita satu sama lainnya saling menghujat, saling menyesatkan, saling mengkafirkan. Ini musibah bagi umat Islam. Innalillahi wa inailahi roji’un.

Karena itu saya sangat prihatin terbit sebuah buku dengan judul “Mulia dengan manhaj salaf”. Judulnya bagus betul. Diterbitkan oleh pustaka At Taqwa, Yang menulis Yazid bin Abdul Qodir.

Kenapa saya prihatin dengan kehadiran buku ini. Kalau kita buka pada bab yang ketigabelas yaitu bab yang terakhir. Disini penulis menyebutkan firqoh-firqoh sesat dan menyesatkan. Yang nomor delapan disebutkan Asy’ariah. Yang nomor sembilan disebut Maturidiyah. Kemudian yang nomor empat belas atau yang nomor tiga belas Shufiyah, ahli tasawuf. Yang nomor empat belas Jama’ah Tabligh. Yang nomor lima belas Ikhwanul Muslimin. Yang nomor tujuh belas Hizbut Tahrir. dan nomor dua puluh tujuhnya Jaringan Islam Liberal.

Jadi Asy’ariyah, Maturidiyah, ini yang merupakan representatif, mewakili Ahlussunnah wal Jama’ah dimasukkan dalam satu kelompok dengan kalangan liberal yang notabene sesat menyesatkan.

Bahkan dengan mudahnya dia katakan Jama’ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin juga masuk firqoh sesat. Apakah yang semacam ini tidak memecah belah umat ?

Jadi kalau penulis ini ingin menyebarluaskan pahamnya, silahkan itu urusan dia. Kalau dia meyakini akidah yang dipercayainya merupakan aqidah yang benar, ttu urusan dia. Kalau dia merasa pendapatnya adalah pendapat yang paling benar, itu urusan dia. Tapi kalau dia mengkafirkan kelompok-kelompok umat Islam dari saudara-saudara kaum musliminnya dia tidak punya hak.

Buku-buku semacam ini memecah belah umat. Kalau pengarang ini merasa bahwa Wahhabi adalah ajaran yang paling benar, silahkan. Dia menamakan dirinya pengikut Salafi atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama istilah Wahhabi. Kalau dia merasa Salafi Wahhabi paling benar, hak dia. Kalau dia merasa paling suci, hak dia. Kalau dia merasa paling lurus, hak dia. Tapi dia tidak punya hak untuk sesat menyesatkan, kafir mengkafirkan sesama umat Islam.

Apalagi umat Islam dari kalangan Asy’ari dan Maturidi yang sudah 1200 tahun lebih secara representatif mewakili Ahlussunnah wal Jama’ah. Wahhabi baru lahir kemarin, terus ingin mengkafirkan ASy’ari. Memang selama ini 1000 tahun yang disebut Ahlussunnah itu siapa?

1000 tahun lebih yang disebut Ahlussunnah itu adalah Asy’ari dan Maturidi. Wahhabi tidak masuk daftar. Baru muncul belakangan, sudah ingin sesat menyesatkan umat Islam yang tidak sepakat dengan mereka. Innalillahi wainailahi rojiun.

Anda perlu ketahui kalau kelompok Wahabi merasa akidah yang diajarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal yang terbaik, itu hak mereka. Tapi mereka harus tahu bahwa ulama-ulama dari Mazhab Syafi’i dan Maliki, mayoritas mereka mengikuti akidah Asy’ariah dan ulama-ulama dari mazhab Hanafi, mayoritas mereka mengikuti akidah Maturidiah.

Jadi kalau mereka mengkafirkan atau menyesatkan Asy’ariah dan Maturidiah berarti ulama-ulama yang jumlahnya ratusan ribu bahkan juta’an orang semenjak mazhab-mazhab itu lahir sampai saat ini berarti ulama-ulama mazhab Syafi’i , Mazhab Maliki, Mazhab Hanafi semuanya sesat, kafir. Innalillahi wainnailahi roji’un.

Tidak boleh begitu. Kita ingin berikan nasehat kepada penulis buku ini atau yang menerbitkannya atau yang mendukung daripada penyebarluasannya. Ittaqullah, takutlah kepada Allah.

Jangan sembarangan mengkafirkan saudara-saudaramu. Tidak boleh kita sembarangan mengkafirkan Ahli Kiblat. tidak boleh saudara, kita hanya boleh mengkafirkan yang sudah nyata-nyata kafir.

KISAH MENYENTUH HATI BERMIMPI JUMPA NABI

Muradik al-Bashri berkisah: “Aku membeli barang dari salah seorang pembesar wilayah Ahwaz. Aku melakukan tawar menawar harga dengannya hingga saling bersitegang. Karena marah, dia mencaci maki Abu Bakar dan Umar. Aku tidak berani menyanggah ucapannya itu karena aku kalah wibawa dengan dia.

Aku pulang ke rumah dalam keadaan sedih. Pada malam itu aku tidur dengan membawa kesedihan. Aku bertemu Nabi Saw. di dalam mimpiku. Aku berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seseorang yang mencaci maki Abu Bakar dan Umar.”

Beliau Saw. bersabda: “Bawalah orang itu kemari!”

Aku pun membawanya menghadap Rasulullah Saw. Beliau Saw. menitahkan: “Baringkan dia!”

Aku segera membaringkannya. Beliau Saw. kemudian bertitah: “Sembelihlah dia!”

Seketika itu langsung terbayang betapa beratnya perintah menyembelih itu bagiku. Aku bertanya kepada Nabi Saw.: “Wahai Rasulullah, saya harus menyembelihnya?”

Beliau Saw. menjawab: “Ya, sembelihlah dia!”

Aku terus menanyakan hal itu kepada beliau hingga tiga kali dan beliau menjawab dengan jawaban yang sama sebanyak tiga kali pula. Akhirnya aku iriskan pisau melewati tenggorokannya dan aku berhasil menyembelihnya.

Keesokan harinya, aku bergumam kepada diriku sendiri: “Aku akan pergi menjumpai orang itu dan menasihatinya. Aku akan sampaikan mimpiku dari Rasulullah Saw. tadi malam kepadanya.” Lantas aku bergegas menuju rumahnya, tiba-tiba aku mendengar suara ratapan dari rumahnya. Disampaikan berita kepadaku bahwa dia sudah mati.

(Disarikan dari buku “100 Kisah Orang Bermimpi Nabi Muhammad Saw.”)

7 penemuan ilmuwan muslim


Penemuan –penemuan ini sempat terlupakan oleh masyarakat dunia. Untuk itu sebuah yayasan sains, teknologi dan peradaban (The Foundation of science technology and civilization (FSTC) yang berpusat di London mengadakan pameran untuk memperlihatkan dan menegaskan kepada publik tentang kontribusi peradaban non-barat yang sudah ada 1000 tahun yang lampau. Berikut penemuan itu : 
1.    Operasi Bedah
Sekitar tahun 1000 seorang dokter Al Zahrawi mempublikasikan 1500 halaman ensiklopedia berilustrasi tentang operasi bedah yang digunakan di Eropa sebagai referensi  medis selama lebih dari 500 tahun. Zahrawi menggunakan larutan usus kucing menjadi benang jahitan, sebelum menangani operasi kedua untuk memindahkan jahitan pada luka. Dia juga melakukan operasi Caesar dan menciptakan sepasang alat jepit pembedahan

2.  Kopi pertama kali dibuat di Yaman pada sekitar abad ke-9. Pada awalnya kopi membantu kaum sufi  tetap terjaga ibadah larut malam. Kemudian dibawa ke Kairo oleh sekelompok pelajar. Pada abad ke 13 Kopi menyebrang ke Turki tetapi baru abad ke 16 ketika kacang mulai direbus di Eropa. Kopi dibawa ke Italia oleh pedagang Venesia.

3. Universitas
Ilustrasi
Pada tahun 859 seorang putri muda bernama Fatima al-Firhi mendirikan sebuah universitas tingkat pertama di Fez Maroko. Saudara perempuannya Miriam mendirikan masjid indah bersamaan menjadi masjid dan universitas Al-Qorawiyyin dan terus beroperasi selama 1200 tahun kemudian. Hassani mengatakan dia berharap orang akan ingat bahwa belajar adalah inti utama tradisi Islam dan cerita tentang al-Firhi bersaudara akan menginspirasi wanita muslim dimana pun di dunia.

4.   Optik
Diantara tahun 1.000 Ibn al-Haitham membuktikan bahwa manusia melihat objek dari refleksi cahaya dan masuk kemata, mengacuhkan teori Euclid dan Ptolomy bahwa cahaya dihasilkan dari dalam mata sendiri. Fisikawan hebat muslim lainnya juga menemukan fenomena pengukuran kamera dimana dijelaskan bagaimana mata gambar dapat terlihat dengan koneksi antara optik dan otak.
Ilustrasi

5. Musik
Musisi muslim memiliki dampak signifikan di Eropa. Diantara banyak instrument yang hadir ke Eropa melalui Timur tengah adalah lute dan rahab, nenek moyang biola. Skala notasi musik modern juga dikatakan berasal dari alphabet arab.

6. Sikat Gigi
Menurut Hasani, Nabi Muhammad SAW mempopulerkan penggunaan sikat gigi pertama kali pada tahun 600. Menggunakan ranting pohon araq/Siwak, untuk membersihkan gigi dan menyegarkan nafas. Kandungan dalam Siwak juga digunakan dalam pasta gigi modern.


7. Engkol
Dengan mengkonversi gerakan memutar dengan gerakan lurus, pemutar memungkinkan objek berat terangkat relativ lebih mudah. Teknologi ini ditemukan oleh Al-Jazari pada abad ke 12, kemudian digunakan dalam penggunaan sepeda hingga kini.

Design by Gus Cholies Visit Original Post Islamic2 Template